Pada saat seorang muslim baik pria dan wanita akan menikah, biasanya
akan timbul perasaan yang bermacam-macam. Ada rasa gundah, resah, risau,
bimbang, termasuk juga tidak sabar menunggu datangnya sang pendamping,
dll. Bahkan ketika dalam proses taaruf sekalipun masih ada juga perasaan
keraguan.
Inilah
kabar gembira berupa janji Allah bagi orang yang akan menikah. Maka
dari itu berbahagialah. Apa saja janji itu? Berikut janji-janji tersebut
:
1. “Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan
laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan
wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki
yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)”. (An Nuur : 26)
Bila ingin mendapatkan jodoh yang baik, maka perbaikilah diri. Hiduplah
sesuai ajaran Islam dan Sunnah Nabi-Nya. Jadilah laki-laki yang sholeh,
jadilah wanita yang sholehah. Semoga Allah memberikan hanya yang baik
buat kita. Amin.
2. “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu dan
orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang
laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka
dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (Pemberian-Nya) lagi Maha
Mengetahui”. (An Nuur: 32)
Sebagian para pemuda ada yang merasa bingung dan bimbang ketika akan
menikah. Salah satu sebabnya adalah karena belum punya pekerjaan. Dan
anehnya ketika para pemuda telah mempunyai pekerjaan pun tetap ada
perasaan bimbang juga. Sebagian mereka tetap ragu dengan besaran rupiah
yang mereka dapatkan dari gajinya. Dalam pikiran mereka terbesit, “apa
cukup untuk berkeluarga dengan gaji sekian?”.
Ayat tersebut merupakan jawaban buat mereka yang ragu untuk melangkah ke
jenjang pernikahan karena alasan ekonomi. Yang perlu ditekankan kepada
para pemuda dalam masalah ini adalah kesanggupan untuk memberi nafkah,
dan terus bekerja mencari nafkah memenuhi kebutuhan keluarga. Bukan
besaran rupiah yang sekarang mereka dapatkan. Nantinya Allah akan
menolong mereka yang menikah. Allah Maha Adil, bila tanggung jawab para
pemuda bertambah – dengan kewajiban menafkahi istri-istri dan
anak-anaknya – maka Allah akan memberikan rejeki yang lebih. Tidakkah
kita lihat kenyataan di masyarakat, banyak mereka yang semula miskin
tidak punya apa-apa ketika menikah, kemudian Allah memberinya rejeki
yang berlimpah dan mencukupkan kebutuhannya?
3. “Ada tiga golongan manusia yang berhak Allah tolong mereka,
yaitu seorang mujahid fi sabilillah, seorang hamba yang menebus dirinya
supaya merdeka dan seorang yang menikah karena ingin memelihara
kehormatannya”. (HR. Ahmad 2: 251, Nasaiy, Tirmidzi, Ibnu Majah hadits
no. 2518, dan Hakim 2: 160)[1][1]
Bagi siapa saja yang menikah dengan niat menjaga kesucian dirinya, maka
berhak mendapatkan pertolongan dari Allah berdasarkan penegasan
Rasulullah Shallallahu “alaihi wa sallam dalam hadits ini. Dan
pertolongan Allah itu pasti datang.
4. “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan
sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. (Ar Ruum : 21)
5. “Dan Tuhanmu berfirman : “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan
Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri
dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina” ”.
(Al Mu”min : 60)
Ini juga janji Allah “Azza wa Jalla, bila kita berdoa kepada Allah
niscaya akan diperkenankan-Nya. Termasuk di dalamnya ketika kita berdoa
memohon diberikan pendamping hidup yang agamanya baik, cantik, penurut,
dst. Dalam berdoa perhatikan adab dan sebab terkabulnya doa. Diantaranya
adalah ikhlash, bersungguh-sungguh, merendahkan diri, menghadap kiblat,
mengangkat kedua tangan, dll.
Sebagian orang ketika jodohnya tidak kunjung datang maka mereka pergi ke
dukun-dukun berharap agar jodohnya lancar. Sebagian orang ada juga yang
menggunakan guna-guna. Cara-cara seperti ini jelas dilarang oleh Islam.
Sebagaimana yang diterangkan dalam hadits-hadits berikut yang merupakan
peringatan keras dari Rasulullah Shallallahu “alaihi wa sallam:
“Barang siapa yang mendatangi peramal / dukun, lalu ia menanyakan
sesuatu kepadanya, maka tidak diterima shalatnya selama empat puluh
malam”. (Hadits shahih riwayat Muslim (7/37) dan Ahmad).
Telah bersabda Rasulullah shallallahu “alaihi wa sallam, “Maka janganlah
kamu mendatangi dukun-dukun itu.” (Shahih riwayat Muslim juz 7 hal.
35).
Telah bersabda Nabi shallallahu “alaihi wa sallam, “Sesungguhnya
jampi-jampi (mantera) dan jimat-jimat dan guna-guna (pelet) itu adalah
(hukumnya) syirik.” (Hadits shahih riwayat Abu Dawud (no. 3883), Ibnu
Majah (no. 3530), Ahmad dan Hakim).
6. ”Mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat”. (Al Baqarah : 153)
Mintalah tolong kepada Allah dengan sabar dan shalat. Tentunya agar
datang pertolongan Allah, maka kita juga harus bersabar sesuai dengan
Sunnah Nabi Shallallahu “alaihi wa sallam. Juga harus shalat sesuai
Sunnahnya dan terbebas dari bid”ah-bid”ah.
7. “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,
sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”. (Alam Nasyrah : 5 –
6)
Ini juga janji Allah. Mungkin terasa bagi kita jodoh yang dinanti tidak
kunjung datang. Segalanya terasa sulit. Tetapi kita harus tetap berbaik
sangka kepada Allah dan yakinlah bahwa sesudah kesulitan itu ada
kemudahan. Allah sendiri yang menegaskan dua kali dalam Surat Alam
Nasyrah.
8. “Hai orang-orang yang beriman jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia
akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu”. (Muhammad : 7)
Agar Allah Tabaraka wa Ta”ala menolong kita, maka kita tolong agama
Allah. Baik dengan berinfak di jalan-Nya, membantu penyebaran dakwah
Islam dengan penyebaran buletin atau buku-buku Islam, membantu
penyelenggaraan pengajian, dll. Dengan itu semoga Allah menolong kita.
9. “Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong
(agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha
Perkasa”. (Al Hajj : 40)
10. “Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat”. (Al Baqarah : 214)
Itulah janji Allah. Dan Allah tidak akan menyalahi janjinya. Kalaupun
Allah tidak / belum mengabulkan doa kita, tentu ada hikmah dan kasih
sayang Allah yang lebih besar buat kita. Kita harus berbaik sangka
kepada Allah. Inilah keyakinan yang harus ada pada setiap muslim.
Yang perlu diperhatikan dan diketahui selanjutnya adalah mengenai aqad
nikah. Dalam aqad nikah ada beberapa syarat, rukun dan kewajiban yang
harus dipenuhi, yaitu adanya:
1. Rasa suka sama suka dari kedua calon mempelai
2. Izin dari wali
3. Saksi-saksi (minimal dua saksi yang adil)
4. Mahar
5. Ijab Qabul
Wali ; Yang dikatakan wali adalah orang yang paling dekat dengan si
wanita. Dan orang paling berhak untuk menikahkan wanita merdeka adalah
ayahnya, lalu kakeknya, dan seterusnya ke atas. Boleh juga anaknya dan
cucunya, kemudian saudara seayah seibu, kemudian saudara seayah,
kemudian paman.
Ibnu Baththal rahimahullaah berkata, “Mereka (para ulama) ikhtilaf
tentang wali. Jumhur ulama di antaranya adalah Imam Malik, ats-Tsauri,
al-Laits, Imam asy-Syafi”i, dan selainnya berkata, “Wali dalam
pernikahan adalah “ashabah (dari pihak bapak), sedangkan paman dari
saudara ibu, ayahnya ibu, dan saudara-saudara dari pihak ibu tidak
memiliki hak wali.”
Disyaratkan adanya wali bagi wanita. Islam mensyaratkan adanya wali bagi
wanita sebagai penghormatan bagi wanita, memuliakan dan menjaga masa
depan mereka. Walinya lebih mengetahui daripada wanita tersebut. Jadi
bagi wanita, wajib ada wali yang membimbing urusannya, mengurus aqad
nikahnya. Tidak boleh bagi seorang wanita menikah tanpa wali, dan
apabila ini terjadi maka tidak sah pernikahannya.
Rasulullah shallallaahu “alaihi wa sallam bersabda:
أَيُّمَا امْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ وَلِيِّهَا فَنِكَاحُهَا
بَاطِلٌ، فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَإِنْ دَخَلَ بِهَا
فَلَهَا الْمَهْرُ بِمَا اسْتَحَلَّ مِنْ فَرْجِهَا، فَإِنِ اشْتَجَرُوْا
فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لاَ وَلِيَّ لَهُ.
“Siapa saja wanita yang menikah tanpa seizin walinya, maka nikahnya
bathil (tidak sah), pernikahannya bathil, pernikahannya bathil. Jika
seseorang menggaulinya, maka wanita itu berhak mendapatkan mahar dengan
sebab menghalalkan kemaluannya. Jika mereka berselisih, maka sulthan
(penguasa) adalah wali bagi wanita yang tidak mempunyai wali.”
Nabi shallallaahu “alaihi wa sallam bersabda:
لاَ نِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ
“Tidak sah nikah melainkan dengan wali.”
Juga sabda beliau shallallaahu “alaihi wa sallam:
لاَ نِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ وَشَاهِدَى عَدْلٍ
“Tidak sah nikah kecuali dengan adanya wali dan dua saksi yang adil.”
Tentang wali ini berlaku bagi gadis maupun janda. Artinya, apabila
seorang gadis atau janda menikah tanpa wali, maka nikahnya tidak sah.
Tidak sahnya nikah tanpa wali tersebut berdasarkan hadits-hadits di atas
yang shahih dan juga berdasarkan dalil dari Al-Qur”anul Karim.
Allah Ta”ala berfirman:
وَإِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَبَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلَا
تَعْضُلُوهُنَّ أَنْ يَنْكِحْنَ أَزْوَاجَهُنَّ إِذَا تَرَاضَوْا
بَيْنَهُمْ بِالْمَعْرُوفِ ۗ ذَٰلِكَ يُوعَظُ بِهِ مَنْ كَانَ مِنْكُمْ
يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۗ ذَٰلِكُمْ أَزْكَىٰ لَكُمْ
وَأَطْهَرُ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
"Dan apabila kamu menceraikan isteri-isteri (kamu), lalu sampai masa
“iddahnya, maka jangan kamu (para wali) halangi mereka menikah (lagi)
dengan calon suaminya, apabila telah terjalin kecocokan di antara mereka
dengan cara yang baik. Itulah yang dinasihatkan kepada orang-orang di
antara kamu yang beriman kepada Allah dan hari Akhir. Itu lebih suci
bagimu dan lebih bersih. Dan Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak
mengetahui.” [Al-Baqarah : 232]
Ayat di atas memiliki asbaabun nuzul (sebab turunnya ayat), yaitu satu
riwayat berikut ini. Tentang firman Allah: “Maka janganlah kamu (para
wali) menghalangi mereka,” al-Hasan al-Bashri rahimahullaah berkata,
Telah menceritakan kepadaku Ma”qil bin Yasar, sesungguhnya ayat ini
turun berkenaan dengan dirinya. Ia berkata,
زَوَّجْتُ أُخْتًا لِيْ مِنْ رَجُلٍ فَطَلَّقَهَا حَتَّى إِذَا انْقَضَتْ
عِدَّتُهَا جَاءَ يَخْطُبُهَا، فَقُلْتُ لَهُ: زَوَّجْتُكَ وَفَرَشْتُكَ
وَأَكْرَمْتُكَ فَطَلَّقْتَهَا ثُمَّ جِئْتَ تَخْطُبُهَا؟ لاَ، وَاللهِ لاَ
تَعُوْدُ إِلَيْكَ أَبَدًا! وَكَانَ رَجُلاً لاَ بَأْسَ بِهِ وَكَانَتِ
الْمَرْأَةُ تُرِيْدُ أَنْ تَرْجِعَ إِلَيْهِ. فَأَنْزَلَ اللهُ هَذِهِ
اْلآيَةِ ( فَلَا تَعْضُلُوهُنَّ ) فَقُلْتُ: اْلآنَ أَفْعَلُ يَا رَسُوْلَ
اللهِ. قَالَ: فَزَوَّجَهَا إِيَّاهُ
“Aku pernah menikahkan saudara perempuanku dengan seorang laki-laki,
kemudian laki-laki itu menceraikannya. Sehingga ketika masa “iddahnya
telah berlalu, laki-laki itu (mantan suami) datang untuk meminangnya
kembali. Aku katakan kepadanya, “Aku telah menikahkan dan mengawinkanmu
(dengannya) dan aku pun memuliakanmu, lalu engkau menceraikannya.
Sekarang engkau datang untuk meminangnya?! Tidak! Demi Allah, dia tidak
boleh kembali kepadamu selamanya! Sedangkan ia adalah laki-laki yang
baik, dan wanita itu pun menghendaki rujuk (kembali) padanya. Maka Allah
menurunkan ayat ini: “Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi
mereka.” Maka aku berkata, “Sekarang aku akan melakukannya (mewalikan
dan menikahkannya) wahai Rasulullah.”” Kemudian Ma”qil menikahkan
saudara perempuannya kepada laki-laki itu.
Hadits Ma”qil bin Yasar ini adalah hadits yang shahih lagi mulia. Hadits
ini merupakan sekuat-kuat hujjah dan dalil tentang disyaratkannya wali
dalam akad nikah. Artinya, tidak sah nikah tanpa wali, baik gadis maupun
janda. Dalam hadits ini, Ma”qil bin Yasar yang berkedudukan sebagai
wali telah menghalangi pernikahan antara saudara perempuannya yang akan
ruju” dengan mantan suaminya, padahal keduanya sudah sama-sama ridha.
Lalu Allah Ta”ala menurunkan ayat yang mulia ini (yaitu surat al-Baqarah
ayat 232) agar para wali jangan menghalangi pernikahan mereka. Jika
wali bukan syarat, bisa saja keduanya menikah, baik dihalangi atau pun
tidak. Kesimpulannya, wali sebagai syarat sahnya nikah.
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullaah berkata, “Para ulama berselisih
tentang disyaratkannya wali dalam pernikahan. Jumhur berpendapat
demikian. Mereka berpendapat bahwa pada prinsipnya wanita tidak dapat
menikahkan dirinya sendiri. Mereka berdalil dengan hadits-hadits yang
telah disebutkan di atas tentang perwalian. Jika tidak, niscaya
penolakannya (untuk menikahkan wanita yang berada di bawah perwaliannya)
tidak ada artinya. Seandainya wanita tadi mempunyai hak menikahkan
dirinya, niscaya ia tidak membutuhkan saudara laki-lakinya. Ibnu Mundzir
menyebutkan bahwa tidak ada seorang Shahabat pun yang menyelisihi hal
itu.”
Imam asy-Syafi”i rahimahullaah berkata, “Siapa pun wanita yang menikah
tanpa izin walinya, maka tidak ada nikah baginya (tidak sah). Karena
Nabi shallallaahu “alaihi wa sallam bersabda, “Maka nikahnya bathil
(tidak sah)."
Imam Ibnu Hazm rahimahullaah berkata, “Tidak halal bagi wanita untuk
menikah, baik janda maupun gadis, melainkan dengan izin walinya:
ayahnya, saudara laki-lakinya, kakeknya, pamannya, atau anak laki-laki
pamannya...”
Imam Ibnu Qudamah rahimahullaah berkata, “Nikah tidak sah kecuali dengan
wali. Wanita tidak berhak menikahkan dirinya sendiri, tidak pula selain
(wali)nya. Juga tidak boleh mewakilkan kepada selain walinya untuk
menikahkannya. Jika ia melakukannya, maka nikahnya tidak sah. Menurut
Abu Hanifah, wanita boleh melakukannya. Akan tetapi kita memiliki dalil
bahwa Nabi shallallaahu “alaihi wa sallam bersabda,
لاَ نِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ
“Pernikahan tidak sah, melainkan dengan adanya wali.”
Keharusan Meminta Persetujuan Wanita Sebelum Pernikahan ; Apabila
pernikahan tidak sah, kecuali dengan adanya wali, maka merupakan
kewajiban juga meminta persetujuan dari wanita yang berada di bawah
perwaliannya. Apabila wanita tersebut seorang janda, maka diminta
persetujuannya (pendapatnya). Sedangkan jika wanita tersebut seorang
gadis, maka diminta juga ijinnya dan diamnya merupakan tanda ia setuju.
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu “anhu bahwa Nabi shallallaahu “alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تُنْكَحُ اْلأَيِّمُ حَتَّى تُسْتَأْمَرَ وَلاَ تُنْكَحُ الْبِكْرُ
حَتَّى تُسْتَأْذَنَ. قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، وَكَيْفَ إِذْنُهَا؟
قَالَ: أَنْ تَسْكُتَ
“Seorang janda tidak boleh dinikahkan kecuali setelah diminta
perintahnya. Sedangkan seorang gadis tidak boleh dinikahkan kecuali
setelah diminta ijinnya.” Para Shahabat berkata, “Wahai Rasulullah,
bagaimanakah ijinnya?” Beliau menjawab, “Jika ia diam saja.”
Dari Ibnu “Abbas radhiyallaahu “anhuma bahwasanya ada seorang gadis yang
mendatangi Rasulullah shal-lallaahu “alaihi wa sallam dan mengadu bahwa
ayahnya telah menikahkannya, sedangkan ia tidak ridha. Maka Rasulullah
shallallaahu “alaihi wa sallam menyerahkan pilihan kepadanya (apakah ia
ingin meneruskan pernikahannya, ataukah ia ingin membatalkannya).
Mahar ;
وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً
“Dan berikanlah mahar (maskawin) kepada perempuan yang kamu nikahi sebagai pemberian yang penuh kerelaan.” [An-Nisaa” : 4]
Mahar adalah sesuatu yang diberikan kepada isteri berupa harta atau selainnya dengan sebab pernikahan.
Mahar (atau diistilahkan dengan mas kawin) adalah hak seorang wanita
yang harus dibayar oleh laki-laki yang akan menikahinya. Mahar merupakan
milik seorang isteri dan tidak boleh seorang pun mengambilnya, baik
ayah maupun yang lainnya, kecuali dengan keridhaannya.
Syari”at Islam yang mulia melarang bermahal-mahal dalam menentukan
mahar, bahkan dianjurkan untuk meringankan mahar agar mempermudah proses
pernikahan.
Imam Ahmad meriwayatkan bahwa Nabi shallallaahu “alaihi wa sallam pernah bersabda:
إِنَّ مِنْ يُمْنِ الْمَرْأَةِ تَيْسِيْرُ خِطْبَتِهَا وَتَيْسِيْرُ صَدَاقِهَا وَتَيْسِيْرُ رَحِمِهَا
“Di antara kebaikan wanita adalah mudah meminangnya, mudah maharnya dan mudah rahimnya.”
“Urwah berkata, “Yaitu mudah rahimnya untuk melahirkan.”
“Uqbah bin “Amir radhiyallaahu “anhu berkata, “Rasulullah shallallaahu “alaihi wa sallam bersabda:
خَيْرُ النِّكَاحِ أَيْسَرُهُ
"Sebaik-baik pernikahan ialah yang paling mudah."
Seandainya seseorang tidak memiliki sesuatu untuk membayar mahar, maka
ia boleh membayar mahar dengan mengajarkan ayat Al-Qur”an yang
dihafalnya.
Khutbah Nikah ; Menurut Sunnah, sebelum dilangsungkan akad nikah
diadakan khutbah terlebih dahulu, yang dinamakan Khutbatun Nikah atau
Khutbatul Hajat. Adapun teks Khutbah Nikah adalah sebagai berikut:
إِنَّ الْحَمْدَ ِللهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ،
وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ
أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ
فَلاَ هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ
شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
Segala puji hanya bagi Allah, kami memuji-Nya, memohon pertolongan dan
ampunan kepada-Nya, kami berlindung kepada Allah dari kejahatan
diri-diri kami dan kejelekan amal perbuatan kami. Barangsiapa yang Allah
beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan
barangsiapa yang Allah sesatkan, maka tidak ada yang dapat memberinya
petunjuk.
Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar
kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa
Nabi Muhammad shallallaahu “alaihi wa sallam adalah hamba dan Rasul-Nya.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah dengan
sebenar-benar taqwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam
keadaan muslim.” [Ali “Imran : 102]
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ
وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا
وَنِسَاءً ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ
ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
"Wahai manusia! Bertaqwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakan kamu
dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa)
dari (diri)nya; dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki
dan perempuan yang banyak. Bertaqwalah kepada Allah yang dengan Nama-Nya
kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan.
Sesungguh-nya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.” [An-Nisaa” : 1]
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا
سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ
وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
"Wahai orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kamu kepada Allah dan
ucapkanlah perkataan yang benar, nis-caya Allah akan memperbaiki
amal-amalmu dan meng-ampuni dosa-dosamu. Dan barangsiapa menaati Allah
dan Rasul-Nya, maka sungguh, dia menang dengan kemenangan yang besar.”
[Al-Ahzaab : 70-71]
Semoga info dari tulisan kali ini dapat memberi banyak manfaat serta
pelajaran bagi anda semua guna menjadi pribadi paling berkualitas dalam
tiap sendi-sendi kehidupan kita semua.
Salam penuh cinta untuk anda semua...."